Balok Ajaib : Cara Seru Mengatasi Speech Delay Melalui Permainan Constructive Block

 

GRP, siswi TK Dharma Putra yang baru berusia empat tahun, pernah hanya menanggapi pertanyaan guru dengan diam atau gumaman tak jelas. Dokter pun mendiagnosis speechdelay. Alih‑alih terpaku pada buku kerja dan drill bahasa, guru kelas A—Bu “D”—memilih terapi yang tak disangka‑sangka: permainan balok konstruktif.


Foto 1. Ilustrasi Anak bermain balok

Kenapa balok? Saat anak memegang, menumpuk, dan menjatuhkan balok, otak mereka bekerja secara multisensori—menautkan gerak, visual, dan bahasa. Guru memanfaatkan momen ini untuk mengajak GRP bicara lewat tiga strategi:

  1. Perintah sederhana
    “Ambil balok merah, letakkan di atas balok biru.” Instruksi ini memaksa GRP memproses kata warna, ukuran, dan posisi sambil bergerak. Setiap tugas sukses disambut pujian hangat, memicu kepercayaan dirinya.
  2. Bermain peran
    BuDiana membuat kisah singkat: “Mari bangun rumah tinggi untuk boneka!” Saat GRP menyusun balok, guru bertanya, “Ini pintunya di mana?” atau “Atapnya warnanya apa?” GRP mulai menanggapi, dari sekadar menunjukkan, hingga berani berkata, “Ini pintu… tinggi!”
  3. Lagu dan ritme
    Sambil menyusun, mereka bernyanyi lagu dua nada: “Balok merah… balok biru…” Ritme membantu GRP menangkap bunyi dan pola suku kata, mempermudahnya meniru.

Hasilnya mengejutkan. Dalam beberapa minggu, kosakata GRP melonjak. Dari dua kata tunggal—“rumah, mobil”—kini ia bisa menyusun frasa: “rumah besar”, “mobil merah”. Ia juga mulai bercerita, “Ini rumah GRP. Ini pintu tinggi.” Bahkan interaksi sosial membaik: GRP berani bertanya pada teman, “Kamu buat apa?” Sebuah lompatan besar bagi anak yang dulu lebih senang menyendiri.

Mengapa metode ini efektif? Balok konstruktif menciptakan ruang belajar tanpa tekanan. Anak merasa bermain, bukan “berlatih bicara”. Setiap tindakan—memilih warna, menghitung tinggi, menyebut bentuk—secara alami memancing kata‑kata baru. Ditambah interaksi intens guru dan teman, stimulasi bahasa terjadi berulang dan bermakna.

Kisah GRP menyimpan pelajaran penting bagi orang tua dan pendidik. Pertama, jadikan permainan sarana terapi: balok, Lego, atau bahan bangun lain dapat dipakai di rumah. Kedua, libatkan keluarga. Orang tua yang meneruskan “misi balok” di rumah—memberi instruksi sederhana, bernyanyi, dan memuji—akan mempercepat kemajuan. Ketiga, konsistensi kunci sukses. Sedikit demi sedikit, kata‑kata bertambah, kalimat memanjang, rasa percaya diri tumbuh.

Kini, setiap kali GRP menyusun menara balok dan berseru, “Menara tinggi sekali!”, senyum bangga merekah di wajah BuDiana dan ibunya. Balok sederhana itu, ternyata, memang “ajaib”––telah membuka pintu komunikasi GRP, satu kata demi satu.


Kontributor : Muchamad Arif

Berdasarkan penelitian Sayuna Ulfa Yakin dan Fitri Rofiyarti

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.